Kulihat dia di suatu senja, meringsut bersama mentari di belahan bukit.
Kulihat dia di suatu malam, menyeruak di antara temaran lampu jalan.
Kulihat dia di suatu pagi, rekah bersama fajar. Kulihat dia…oh! Sering
sekali yah kulihat dia! Apakah dia juga merasa begitu sering melihatku?
Yah, rupanya iya! Buktinya beberapa hari terakhir ia sering menamparku
dengan senyumnya yang…hmmm, aku agak takut melukiskannya dengan kata,
sebab aku merasa tak kan ada kata yang sepadan dengannya. Tapi, kenapa
aku tak berani menyapa atau sekedar memberi isyarat bahwa kami sudah
sering bertemu?Ah! Sudahlah, mungkin kebetulan saja! Ha?? Kebetulan?
Kebetulan sering bertemu dan terbawa mimpi? Waduh…kok aku jadi
mengakuinya juga kalau aku sudah beberapa kali memimpikannya. Yah, yang
namanya mimpi, kan tidak kusengaja, walau beberapa orang berpendapat
bahwa mimpi itu adalah sisa khayal.Bodo ah! Emangnya mengkhayalkan
seorang wanita cantik itu salah? Tapi kalau khyalannya menjurus
ke..????? Wah, tambah gawat nih pikiran. Tapi kalau dipertimbangkan
dengan akal sehat ( ala laki – laki ) pantaslah, bahkan pantas sekali
jika si….oh, tak tahu lagi namanya, jadi obyek khayalan. Rambut ikal
terurai separuh punggung, kulit kuning ( plus langsat! ) dan yang jelas
bersih, tinggi…emmm 160-an lah, tubuh sintal, wajah jelas cantik….!
Cukup dulu deskripsinya takut nanti sampai mendeskripsikan yang mepet –
mepet.“ Temukanlah sesuatu yang indah di setiap pagi. Agar kita memiliki
sekurang – kurangnya satu alasan untuk tersenyum di hari itu ! “Tiba –
tiba suara om Mario Teguh menggema di telinga. Boleh juga nih! Si cantik
yang setiap hari lewat di depan kosku, kujadikan alasan untuk tersenyum
tiap hari.! Siiiiiipp! Akhirnya kutemukan juga hal positif dari
perjumpaan kucing – kucinganku dengan si dia itu.Bagi kebanyakan
sahabatku, memulai perkenalan dengan seorang wanita yang setiap hari
bertemu, bukanlah perkara sulit, bahkan ada yang bilang itu “
keciiiiiiil!” sahabtku menjentikan jemarinya. Tapi bagiku, Berat juga
sob!Rambut gimbalku mungkin salah satu alasannya. Itu baru satu. Yang ke
dua, dia itu bukan anak kuliahan lagi, tapi sudah bekerja di sebuah
bank milik pemerintah, terlihat dari seragam yang dipakai dan co-card di
dadanya. Ke tiga, Penampilannya, busyeeeeet…modis abis! Kontras dengan
penampilanku yang urak – urakan. Yang ke empat,…pokoknya banyaklah
perbedaan yang menjadi penghalang aku dan dia.“ Temukan sesuatu yang
unik dalam diri anda yang membuat anda menjadi berarti bagi orang di
sekitar anda, dan kembangkan itu dengan sungguh – sungguh untuk
mendongkrak kepercayaan diri, spirit dan kreatifitas!”Lagi – lagi suara
Mario Teguh menyusup di aliran darahku. Emmm…apa yah? Nah! Aku piawai
menabuh jimbe.. Mulailah aku memainkan irama dari sepasang jimbe, setiap
pagi pada jam – jam biasanya si dia lewat. Berhasil? Sabaaaar….!
Kesabaran selalu berbuah manis!“ Tumben, kok nggak mainin jimbe pagi
ini..?”“ Eh…ini, lagi sibuk mau pergi..”“ Oh, emangnya mau ke mana ?”“
Mau naik dulu..”“ Na…ik? Ke mana ?”“ Ke Merapi!”“ Oooo…naik gunung
maksudnya! Suka? ““ Yah, lumayan suka..”“ Wah…keren tuh..”Duuuuuuuhhh…,
mimpi apa yah semalam? Akhirnya usahaku sukses besar! Yes! Yes! Yes!
Jantungku berdebar – debar, ketika pagi itu si dia yang ternyata bernama
Ervina menyapaku seakan kami sudah lama berkenalan. Oke!, aku berusaha
tenang dan masih menjaga imej-ku sebagai pria berambut gimbal yang cool
abis! Walaupun sebenarnya aku ingin sekali menjerit kegirangan.Sekurang –
kurangnya ada tiga alasan yang membuat aku sangat bahagia dan surprise
pagi ini. Yang pertama, Ervina ternyata diam – diam selalu mendengarkan
aku menabuh jimbe dan menyukainya sehingga pagi ini ia ingin
mendengarnya lagi. Ke dua, tanpa harus mempersiapkan mental baja, buat
ngajak kenalan, Ervina tiba – tiba datang menyapaku dan perkenalan pun
berjalan mulus…lus! Ke tiga, dia bilang hobiku naik gunung itu keren! Ke
– Ren?? Wow…nggak salah tuh? Ya…ya!“ …pagi yang indah sekali, membawa
hati bernyanyi…” Syair lagu “ Burung Kenari” –nya Koes Plus itu
kudendang dalam hati, sambil menata tas besar yang hendak kubawa ke
Merapi nantinya, walaupun kepentingan terbesarku adalah menghindari
tatapan mata Ervina yang, duh….., mungkin bakal merontokan keringatku.“
Hari libur gini, nggak jalan – jalan, mbak Ervina?”“ Malas ah, lagian
mau jalan ama siapa? Nggak ada yang ngajak..”“ Teman – teman
kantornya?”“ Yah, mereka pergi sama pacarnya sendiri – sendiri..”“ Lah,
mbak Ervina juga ngajak cowoknya dong..”“ Nggak ada tuh yang mau jadi
cowok-ku..hehe..”Oh…oh…oh! Ketiban ajimat apa yah aku ini? Detak
jantungku makin tak karuan. Tak bisa kulukiskan. Betapa tak percayanya
aku, kalau Ervina mengaku masih jomblo di depan sorang cowok yang sudah
lama mengincarnya. Huuuh…pokoknya, edan!Sekali lagi aku harus tetap
menjaga label anak gimbal cool, yang selama ini melekat padaku. Aku tak
boleh menunjukkan antusiasme sedikitpun mendengar pancingannya. Yah, aku
menilai pengakuan itu sebagai pancingan.“ Mas Gim sendiri, ke Merapi
sama siapa aja?”“ Tuh, sama Yovi dan teman Mapala dari kampus lain..”“
Yovi tuh ceweknya yah? Ehm..”“ Hahahahaha….cewek? Hahahaha…”“ Lho, kok
malah ketawa..”“ Itu lho, Yovi temanku di kamar sebelah, anak Flores
itu..!”“ Ooohhh…kirain cewek. Emang nggak ada cewek yang ikut? ““
Enggak..!”“ Kenapa ?”“ Yah, ribet kalau ke gunung sama cewek, kecuali
ceweknya udah biasa atau sesama Mapala..”“ Hmmm….berarti aku nggak boleh
ikut dong..”Haa…?? Ervina ikut? Ke Merapi ? Gila! Aku pura – pura tidak
mendengarnya sekedar memberi waktu bagi otakku menyusun kata – kata
yang tepat sebagai jawaban. Aku berusaha makin keras menyembunyikan raut
wajah yang….duh…benar – benar aneh! Aku tak bisa membayangkan apa yang
akan terjadi jika suatu saat, entah kapan, Ervina benar – benar ikut ke
Merapi. Aku ragu kalau pendakian ke puncak gunung berapi teraktif di
dunia itu bakal sukses. Bisa – bisa kami terdampar di lembah Kalikuning
atau malah ke Kaliurang..! Ha? No…no…no! Pikiran mulai menjurus nih.
Gawat! Benar – benar gawat!“ Kalau sanggup sih, nggak apa – apa. Cuma,
kayaknya mbak Ervina nggak cocok naik gunung, cocoknya naik lift
aja! Hehehe”“ Ah, nggak juga! Aku tuh kepingin banget lho bisa naik
gunung. Kalau boleh sih, aku mau ikut..”“ Wah, kapan – kapan aja
yah..”Aku sekali lagi harus menjaga agar labelku tidak turun dari pria
gimbal yang cool, jadi pria metal ( mellow total ) pecinta wanita lagi.
Jangan sampai itu terjadi. Itu pantangan buatku.
Ha..ram!!Ervina…Ervina…Kamu tuh, bisa aja. Meruntuhkan
idealismeku!Pendakianku kali ini sangat spesial. Sepanjang perjalanan
aku tak bisa menyembunyikan rasa bahagiaku, sampai – sampai Yovi,
temanku terheran – heran.“ Woeee…! Habis mabuk kecubung yah, senyam –
senyum sendiri!”“ Kecubung matamu rabun itu !”“ Habis, dari tadi
cengengesan terus..”“ Ah…kau diam saja! Dasar Flores suka ribet !”“
…atau jangan – jangan..kau berubah status lagi..”“ Berubah apanya,
item?!”“ Yah…kali aja kau jatuh cinta. Kasmaran. Cuit…cuit…!
Wakakakaka..”Sampai di situ, aku tak menanggapi lagi celotehan Yovi si
Flores, teman baik-ku yang juga berambut gimbal itu. Aku tidak mau nanti
tuduhannya berujung bakal di DO-nya aku dari ARGY ( Asosiasi Rambut
Gimbal Yogyakarta ) yang selama ini menjadi wadah mendulang tawa dengan
slogannya “ Don’t Worry, Be Happy “ warisan Bob Marley.Satu malam di
Merapi, berasa setahun. Lamaaaaaaa…sekali! Inginnya cepat – cepat pulang
ke kos di Seturan dan ber-SMS ria dengan Ervina, mumpung nomornya sudah
masuk phonebook-ku. Yah, itung – itung sebagai ajang penjajakan
peluang! Karena kalau kuajak makan, jelas kurang pas, soalnya aku kan
anak kuliah yang menggantungkan isi lambungku pada uluran tangan orang
tua, sementara Ervina sudah punya pundi – pundi sendiri. Di samping itu,
aku harus menghindari kecurigaan dari sesama rambut gimbal, terlebih
Yovi yang selalu menguntitku bagai spionase. Bisa gawat tuh kalau sampai
kepergok, saat makan malam pula! Pokoknya, pendekatanku dengan Ervina
harus benar – benar “silent operation” ! Ciieeehh…kayak pilem – pilem
FBI saja.Sejak aku turun dari Merapi, pulsaku makin boros. Jemari
tanganku sampai kram, gara – gara keseringan mencet key-pad, merangkai
SMS, untuk Ervina tentunya! Siapa lagi! Silent Operation berjalan mulus,
lantaran Yovi sering sibuk sendiri di kamar bercumbu dengan
komputernya, menulis cerpen sih! Si Flores itu memang selalu intens
menulis cerpen, walau tak satupun yang pernah nongol di media cetak,
bahkan bulletin fakultas sekalipun. Dia memang tipe penulis fiksi yang
tak terlalu sibuk dengan publisitas, yang penting dia bisa menulis, bagi
dia sudah cukup! Padahal tugas kampusnya carut – marut tak diurus.“ Mas
Giiimm…!”Duh, suara cewek memanggilku dari luar pagar kos – kosan. Oh
my God!! Ervina ! Dia menyerangku dengan tatapannya yang…uuuuhhhh, plus
senyum yang…oooohhhhh! Mati aku!“ Sory, aku belum ngisi pulsa. Makanya
nggak ku-SMS..”“ Oh..,nggak apa – apa..”“ Nih..”“ Wah, repot – repot..”“
Enggaaaak…,cuman gorengan kok..”Aku sedikit kikuk menerima sekantong
gorengan hangat pemberian bidadari Ervina! Hikhikhik.. Selain karena aku
merasa bahagia dengan pemberian perdananya itu, aku juga was – was,
takut kepergok Yovi yang setiap saat bisa saja muncul dari pintu
kamarnya dan….! Pokoknya gawat deh!“ Nggak mapir dulu..?”“ Nggak usahlah
yah. Aku mau mandi dulu. Lagian masa bertamu pake pakaian kerja
gini..”“ Yah udah, sekali lagi makasih lho..”“ Diiiihh, pake terimakasih
berulang – ulang lagi. Daaa…”Ervina berlalu meninggalkan bongkahan
jeritan bahagia di dada, sekaligus was – was! Setelah menengok sana –
sini dan yakin tak ada yang melihat pertemuan singkatku dengan Ervina
tadi, aku kembali ke kamar. Dengan setumpuk senyum dan sepiring gorengan
hangat, kudatangi kamar Yovi.“ Weehh..tumben!”“ Apanya yang tumben?”“
Beli gorengan sebanyak itu..”“ Lho, emang apanya yang aneh?”“ Biasanya
kau itu selalu obrak – abrik sana – sini nyari receh buat beli rokok..”“
Nah…inilah yang dinamakan langkah maju, bro!”“
Wakakakaka…najis!”Kubiarkan saja Yovi meledekku, asal jangan sampai dia
mencurigaiku lagi seperti ketika berangkat ke Merapi tempo hari.Kata –
kata Mario Teguh benar juga! Aku makin bersemangat semenjak dekat dengan
Ervina yang selalu membuat aku punya alasan untuk tersenyum. Urusan
kampus berangsur mulai sering beres. Banyak yang berubah. Tentunya lebih
positif. Sip dah! Ervina…Ervina..! Panas menggeranyangi Jogja siang
ini. Aku dan Yovi baru saja selesai makan siang dan bersantai di
kamarku, memandangi ikan – ikan di akuarium ditemani alunan reggae. Hari
Minggu begini, biasanya kami baru keluar sarang menjelang sore.
Sesekali kutengok gang sempit depan kosku, berharap Ervina lewat. Suhu
yang meninggi membuat orang malas keluar rumah, makanya gang sempit itu
terlihat sepi. Jogja yang dari dulu terkenal dengan suhu udara yang
relatif bersahabat, akhir – akhir ini ikut memanas, karena global
warming kali yah.?Seandainya Ervina lewat, pasti sejuk seketika! Hatiku,
maksudnya! Nah, kok jadi romantis gini?? Ini dia yang paling aku
takutkan, jika sampai romantic syndrome menyerangku, bisa gawat!
Reputasiku bakal ancur – ancuran !Eh, bukannya Ervina yang lewat,
kupingku justeru disuguhi tangis bocah perempuan yang terjatuh kesandung
potongan kayu, tepat di depan kosku. Oalaaah…! Udah panasnya minta
ampun begini, ditambah lagi mendengar suara tangis anak kecil,
plus…plus…plus-lah sudah gerahku. Sebelum si Yovi memaki – maki dengan
bahasa Floresnya, aku putuskan untuk keluar menolong gadis kecil yang
malang itu.“ Duhhh…kenapa de’?”“ hkhkhkhk…”Sapaanku hanya dijawab isak
tangis.“ Rumahnya mana..?”Telunjuk mungilnya diacungkan ke arah gang
yang ujungnya terhubung ke Jalan Perumnas. Kugendong gadis kecil
berwajah imut itu dan mengantarnya pulang.“ Kok, panas – panas gini beli
cokelatnya, sendirian ? Di rumah nggak ada orang yah ?”“ Ada…”“
Ciapa..?”“ Mama ma Papa..”Keterlaluan sekali si mama dan papa itu! Siang
– siang panas terik begini, ngebiarin anaknya pergi ke warung
sendirian. Masak bercinta siang – siang! Umpatku dalam hati.“ Rumahnya
yang mana..?”Telunjuknya menuding ke arah rumah mungil, cantik, dengan
taman penuh Anggrek, berpagar besi dicat hijau sewarna tembok rumah. Aku
segera masuk ke halaman rumah yang teduh dan menurunkan gadis kecil itu
di teras tepat depan pintu.“ Ma….Mama.!!”Seorang wanita ber-kaos oblong
putih dan celana pantai pendek bermotif kembang warna biru keluar
menyongsong puterinya. Mataku terbelalak! Haaa????!!!!!“ Eh…mas Gim,
mampir dulu yuk..”Ohhh…NO! Kulibas gumpalan kecewa yang mulai menerobos
masuk ke rongga dada dengan mengucapkan syahadat kami orang – orang
berambut gimbal. “ Don’t Worry, Be Happy !”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar