Jumat, 25 Mei 2012

LIKU CINTA RAMBUT GIMBAL

Kulihat dia di suatu senja, meringsut bersama mentari di belahan bukit. Kulihat dia di suatu malam, menyeruak di antara temaran lampu jalan. Kulihat dia di suatu pagi, rekah bersama fajar. Kulihat dia…oh! Sering sekali yah kulihat dia! Apakah dia juga merasa begitu sering melihatku? Yah, rupanya iya! Buktinya beberapa hari terakhir ia sering menamparku dengan senyumnya yang…hmmm, aku agak takut melukiskannya dengan kata, sebab aku merasa tak kan ada kata yang sepadan dengannya. Tapi, kenapa aku tak berani menyapa atau sekedar memberi isyarat bahwa kami sudah sering bertemu?Ah! Sudahlah, mungkin kebetulan saja! Ha?? Kebetulan? Kebetulan sering bertemu dan terbawa mimpi? Waduh…kok aku jadi mengakuinya juga kalau aku sudah beberapa kali memimpikannya. Yah, yang namanya mimpi, kan tidak kusengaja, walau beberapa orang berpendapat bahwa mimpi itu adalah sisa khayal.Bodo ah! Emangnya mengkhayalkan seorang wanita cantik itu salah? Tapi kalau khyalannya menjurus ke..????? Wah, tambah gawat nih pikiran. Tapi kalau dipertimbangkan dengan akal sehat ( ala laki – laki ) pantaslah, bahkan pantas sekali jika si….oh, tak tahu lagi namanya, jadi obyek khayalan. Rambut ikal terurai separuh punggung, kulit kuning ( plus langsat! ) dan yang jelas bersih, tinggi…emmm 160-an lah, tubuh sintal, wajah jelas cantik….! Cukup dulu deskripsinya takut nanti sampai mendeskripsikan yang mepet – mepet.“ Temukanlah sesuatu yang indah di setiap pagi. Agar kita memiliki sekurang – kurangnya satu alasan untuk tersenyum di hari itu ! “Tiba – tiba suara om Mario Teguh menggema di telinga. Boleh juga nih! Si cantik yang setiap hari lewat di depan kosku, kujadikan alasan untuk tersenyum tiap hari.! Siiiiiipp! Akhirnya kutemukan juga hal positif dari perjumpaan kucing – kucinganku dengan si dia itu.Bagi kebanyakan sahabatku, memulai perkenalan dengan seorang wanita yang setiap hari bertemu, bukanlah perkara sulit, bahkan ada yang bilang itu “ keciiiiiiil!” sahabtku menjentikan jemarinya. Tapi bagiku, Berat juga sob!Rambut gimbalku mungkin salah satu alasannya. Itu baru satu. Yang ke dua, dia itu bukan anak kuliahan lagi, tapi sudah bekerja di sebuah bank milik pemerintah, terlihat dari seragam yang dipakai dan co-card di dadanya. Ke tiga, Penampilannya, busyeeeeet…modis abis! Kontras dengan penampilanku yang urak – urakan. Yang ke empat,…pokoknya banyaklah perbedaan yang menjadi penghalang aku dan dia.“ Temukan sesuatu yang unik dalam diri anda yang membuat anda menjadi berarti bagi orang di sekitar anda, dan kembangkan itu dengan sungguh – sungguh untuk mendongkrak kepercayaan diri, spirit dan kreatifitas!”Lagi – lagi suara Mario Teguh menyusup di aliran darahku. Emmm…apa yah? Nah! Aku piawai menabuh jimbe.. Mulailah aku memainkan irama dari sepasang jimbe, setiap pagi pada jam – jam biasanya si dia lewat. Berhasil? Sabaaaar….! Kesabaran selalu berbuah manis!“ Tumben, kok nggak mainin jimbe pagi ini..?”“ Eh…ini, lagi sibuk mau pergi..”“ Oh, emangnya mau ke mana ?”“ Mau naik dulu..”“ Na…ik? Ke mana ?”“ Ke Merapi!”“ Oooo…naik gunung maksudnya! Suka? ““ Yah, lumayan suka..”“ Wah…keren tuh..”Duuuuuuuhhh…, mimpi apa yah semalam? Akhirnya usahaku sukses besar! Yes! Yes! Yes! Jantungku berdebar – debar, ketika pagi itu si dia yang ternyata bernama Ervina menyapaku seakan kami sudah lama berkenalan. Oke!, aku berusaha tenang dan masih menjaga imej-ku sebagai pria berambut gimbal yang cool abis! Walaupun sebenarnya aku ingin sekali menjerit kegirangan.Sekurang – kurangnya ada tiga alasan yang membuat aku sangat bahagia dan surprise pagi ini. Yang pertama, Ervina ternyata diam – diam selalu mendengarkan aku menabuh jimbe dan menyukainya sehingga pagi ini ia ingin mendengarnya lagi. Ke dua, tanpa harus mempersiapkan mental baja, buat ngajak kenalan, Ervina tiba – tiba datang menyapaku dan perkenalan pun berjalan mulus…lus! Ke tiga, dia bilang hobiku naik gunung itu keren! Ke – Ren?? Wow…nggak salah tuh? Ya…ya!“ …pagi yang indah sekali, membawa hati bernyanyi…” Syair lagu “ Burung Kenari” –nya Koes Plus itu kudendang dalam hati, sambil menata tas besar yang hendak kubawa ke Merapi nantinya, walaupun kepentingan terbesarku adalah menghindari tatapan mata Ervina yang, duh….., mungkin bakal merontokan keringatku.“ Hari libur gini, nggak jalan – jalan, mbak Ervina?”“ Malas ah, lagian mau jalan ama siapa? Nggak ada yang ngajak..”“ Teman – teman kantornya?”“ Yah, mereka pergi sama pacarnya sendiri – sendiri..”“ Lah, mbak Ervina juga ngajak cowoknya dong..”“ Nggak ada tuh yang mau jadi cowok-ku..hehe..”Oh…oh…oh! Ketiban ajimat apa yah aku ini? Detak jantungku makin tak karuan. Tak bisa kulukiskan. Betapa tak percayanya aku, kalau Ervina mengaku masih jomblo di depan sorang cowok yang sudah lama mengincarnya. Huuuh…pokoknya, edan!Sekali lagi aku harus tetap menjaga label anak gimbal cool, yang selama ini melekat padaku. Aku tak boleh menunjukkan antusiasme sedikitpun mendengar pancingannya. Yah, aku menilai pengakuan itu sebagai pancingan.“ Mas Gim sendiri, ke Merapi sama siapa aja?”“ Tuh, sama Yovi dan teman Mapala dari kampus lain..”“ Yovi tuh ceweknya yah? Ehm..”“ Hahahahaha….cewek? Hahahaha…”“ Lho, kok malah ketawa..”“ Itu lho, Yovi temanku di kamar sebelah, anak Flores itu..!”“ Ooohhh…kirain cewek. Emang nggak ada cewek yang ikut? ““ Enggak..!”“ Kenapa ?”“ Yah, ribet kalau ke gunung sama cewek, kecuali ceweknya udah biasa atau sesama Mapala..”“ Hmmm….berarti aku nggak boleh ikut dong..”Haa…?? Ervina ikut? Ke Merapi ? Gila! Aku pura – pura tidak mendengarnya sekedar memberi waktu bagi otakku menyusun kata – kata yang tepat sebagai jawaban. Aku berusaha makin keras menyembunyikan raut wajah yang….duh…benar – benar aneh! Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika suatu saat, entah kapan, Ervina benar – benar ikut ke Merapi. Aku ragu kalau pendakian ke puncak gunung berapi teraktif di dunia itu bakal sukses. Bisa – bisa kami terdampar di lembah Kalikuning atau malah ke Kaliurang..! Ha? No…no…no! Pikiran mulai menjurus nih. Gawat! Benar – benar gawat!“ Kalau sanggup sih, nggak apa – apa. Cuma, kayaknya mbak Ervina nggak cocok naik gunung, cocoknya naik lift aja! Hehehe”“ Ah, nggak juga! Aku tuh kepingin banget lho bisa naik gunung. Kalau boleh sih, aku mau ikut..”“ Wah, kapan – kapan aja yah..”Aku sekali lagi harus menjaga agar labelku tidak turun dari pria gimbal yang cool, jadi pria metal ( mellow total ) pecinta wanita lagi. Jangan sampai itu terjadi. Itu pantangan buatku. Ha..ram!!Ervina…Ervina…Kamu tuh, bisa aja. Meruntuhkan idealismeku!Pendakianku kali ini sangat spesial. Sepanjang perjalanan aku tak bisa menyembunyikan rasa bahagiaku, sampai – sampai Yovi, temanku terheran – heran.“ Woeee…! Habis mabuk kecubung yah, senyam – senyum sendiri!”“ Kecubung matamu rabun itu !”“ Habis, dari tadi cengengesan terus..”“ Ah…kau diam saja! Dasar Flores suka ribet !”“ …atau jangan – jangan..kau berubah status lagi..”“ Berubah apanya, item?!”“ Yah…kali aja kau jatuh cinta. Kasmaran. Cuit…cuit…! Wakakakaka..”Sampai di situ, aku tak menanggapi lagi celotehan Yovi si Flores, teman baik-ku yang juga berambut gimbal itu. Aku tidak mau nanti tuduhannya berujung bakal di DO-nya aku dari ARGY ( Asosiasi Rambut Gimbal Yogyakarta ) yang selama ini menjadi wadah mendulang tawa dengan slogannya “ Don’t Worry, Be Happy “ warisan Bob Marley.Satu malam di Merapi, berasa setahun. Lamaaaaaaa…sekali! Inginnya cepat – cepat pulang ke kos di Seturan dan ber-SMS ria dengan Ervina, mumpung nomornya sudah masuk phonebook-ku. Yah, itung – itung sebagai ajang penjajakan peluang! Karena kalau kuajak makan, jelas kurang pas, soalnya aku kan anak kuliah yang menggantungkan isi lambungku pada uluran tangan orang tua, sementara Ervina sudah punya pundi – pundi sendiri. Di samping itu, aku harus menghindari kecurigaan dari sesama rambut gimbal, terlebih Yovi yang selalu menguntitku bagai spionase. Bisa gawat tuh kalau sampai kepergok, saat makan malam pula! Pokoknya, pendekatanku dengan Ervina harus benar – benar “silent operation” ! Ciieeehh…kayak pilem – pilem FBI saja.Sejak aku turun dari Merapi, pulsaku makin boros. Jemari tanganku sampai kram, gara – gara keseringan mencet key-pad, merangkai SMS, untuk Ervina tentunya! Siapa lagi! Silent Operation berjalan mulus, lantaran Yovi sering sibuk sendiri di kamar bercumbu dengan komputernya, menulis cerpen sih! Si Flores itu memang selalu intens menulis cerpen, walau tak satupun yang pernah nongol di media cetak, bahkan bulletin fakultas sekalipun. Dia memang tipe penulis fiksi yang tak terlalu sibuk dengan publisitas, yang penting dia bisa menulis, bagi dia sudah cukup! Padahal tugas kampusnya carut – marut tak diurus.“ Mas Giiimm…!”Duh, suara cewek memanggilku dari luar pagar kos – kosan. Oh my God!! Ervina ! Dia menyerangku dengan tatapannya yang…uuuuhhhh, plus senyum yang…oooohhhhh! Mati aku!“ Sory, aku belum ngisi pulsa. Makanya nggak ku-SMS..”“ Oh..,nggak apa – apa..”“ Nih..”“ Wah, repot – repot..”“ Enggaaaak…,cuman gorengan kok..”Aku sedikit kikuk menerima sekantong gorengan hangat pemberian bidadari Ervina! Hikhikhik.. Selain karena aku merasa bahagia dengan pemberian perdananya itu, aku juga was – was, takut kepergok Yovi yang setiap saat bisa saja muncul dari pintu kamarnya dan….! Pokoknya gawat deh!“ Nggak mapir dulu..?”“ Nggak usahlah yah. Aku mau mandi dulu. Lagian masa bertamu pake pakaian kerja gini..”“ Yah udah, sekali lagi makasih lho..”“ Diiiihh, pake terimakasih berulang – ulang lagi. Daaa…”Ervina berlalu meninggalkan bongkahan jeritan bahagia di dada, sekaligus was – was! Setelah menengok sana – sini dan yakin tak ada yang melihat pertemuan singkatku dengan Ervina tadi, aku kembali ke kamar. Dengan setumpuk senyum dan sepiring gorengan hangat, kudatangi kamar Yovi.“ Weehh..tumben!”“ Apanya yang tumben?”“ Beli gorengan sebanyak itu..”“ Lho, emang apanya yang aneh?”“ Biasanya kau itu selalu obrak – abrik sana – sini nyari receh buat beli rokok..”“ Nah…inilah yang dinamakan langkah maju, bro!”“ Wakakakaka…najis!”Kubiarkan saja Yovi meledekku, asal jangan sampai dia mencurigaiku lagi seperti ketika berangkat ke Merapi tempo hari.Kata – kata Mario Teguh benar juga! Aku makin bersemangat semenjak dekat dengan Ervina yang selalu membuat aku punya alasan untuk tersenyum. Urusan kampus berangsur mulai sering beres. Banyak yang berubah. Tentunya lebih positif. Sip dah! Ervina…Ervina..! Panas menggeranyangi Jogja siang ini. Aku dan Yovi baru saja selesai makan siang dan bersantai di kamarku, memandangi ikan – ikan di akuarium ditemani alunan reggae. Hari Minggu begini, biasanya kami baru keluar sarang menjelang sore. Sesekali kutengok gang sempit depan kosku, berharap Ervina lewat. Suhu yang meninggi membuat orang malas keluar rumah, makanya gang sempit itu terlihat sepi. Jogja yang dari dulu terkenal dengan suhu udara yang relatif bersahabat, akhir – akhir ini ikut memanas, karena global warming kali yah.?Seandainya Ervina lewat, pasti sejuk seketika! Hatiku, maksudnya! Nah, kok jadi romantis gini?? Ini dia yang paling aku takutkan, jika sampai romantic syndrome menyerangku, bisa gawat! Reputasiku bakal ancur – ancuran !Eh, bukannya Ervina yang lewat, kupingku justeru disuguhi tangis bocah perempuan yang terjatuh kesandung potongan kayu, tepat di depan kosku. Oalaaah…! Udah panasnya minta ampun begini, ditambah lagi mendengar suara tangis anak kecil, plus…plus…plus-lah sudah gerahku. Sebelum si Yovi memaki – maki dengan bahasa Floresnya, aku putuskan untuk keluar menolong gadis kecil yang malang itu.“ Duhhh…kenapa de’?”“ hkhkhkhk…”Sapaanku hanya dijawab isak tangis.“ Rumahnya mana..?”Telunjuk mungilnya diacungkan ke arah gang yang ujungnya terhubung ke Jalan Perumnas. Kugendong gadis kecil berwajah imut itu dan mengantarnya pulang.“ Kok, panas – panas gini beli cokelatnya, sendirian ? Di rumah nggak ada orang yah ?”“ Ada…”“ Ciapa..?”“ Mama ma Papa..”Keterlaluan sekali si mama dan papa itu! Siang – siang panas terik begini, ngebiarin anaknya pergi ke warung sendirian. Masak bercinta siang – siang! Umpatku dalam hati.“ Rumahnya yang mana..?”Telunjuknya menuding ke arah rumah mungil, cantik, dengan taman penuh Anggrek, berpagar besi dicat hijau sewarna tembok rumah. Aku segera masuk ke halaman rumah yang teduh dan menurunkan gadis kecil itu di teras tepat depan pintu.“ Ma….Mama.!!”Seorang wanita ber-kaos oblong putih dan celana pantai pendek bermotif kembang warna biru keluar menyongsong puterinya. Mataku terbelalak! Haaa????!!!!!“ Eh…mas Gim, mampir dulu yuk..”Ohhh…NO! Kulibas gumpalan kecewa yang mulai menerobos masuk ke rongga dada dengan mengucapkan syahadat kami orang – orang berambut gimbal. “ Don’t Worry, Be Happy !”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar